Senin, 09 Februari 2009

PEJUANG SEJATI NEGERI INI

Kemarin jam 6 pagi, saya baru pulang dari masjid habis subuhan. Maklum hujan terus sepanjang malam sampai pagi ini. Sambil nunggu hujan reda, habis sholat subuh saya ngobrol deh di masjid sama tiga orang jamaah setia. Topic obrolan kali ini lebih ke politik. Ya maklumlah sebentar lagi kan pemilu. Dibuka dengan kasus kematian ketua dprd sumatera utara. Pak Wawan bilang bahwa ini menyangkut SARA. Biasanya kalau komposisi penduduk muslim dan non muslim berimbang, lebih banyak benturannya, contohnya Ambon. Kalau muslim mayoritas Insya Allah aman-aman saja. Cuma kalau saya melihat lebih pada kepentingan pribadi saja. Ya maunya kan kita jadi raja-raja kecil di daerah. Coba kalau mau jujur saja, kenapa sih pada senang bikin partai baru. Jawabannya sebenarnya sederhana saja, karena kalau dia gabung di partai yang sudah ada dia tidak mempunyai akses untuk maju sebagai anggota legislative, atau posisi-psosisi penting lainnya. Nah kalau dia bikin partai baru , minimal kan dia bisa mencalonkan diri.perkara nanti ada yang milih atau tidak itu urusan kedua.

Kalau mau belajar dari sejarah, kita ini kan lagi kembali lagi di tahun 1955.  Waktu itu katanya partai banyak sekali, karena aturannya membolehkan. Tapi saya yakin ketika nanti orang-orang yang suka bikin partai ini uangnya habis, akhirnya bosan sendiri tuh. Lah sudah bangkrut, mau apa lagi yang diandalkan. Dan secara pribadi nih, saya melihat yang bikin partai itu apa betul-betul memperjuangkan rakyat? Toh kalau ditanya tujuan mereka sama, kenapa tidak bersatu saja. Kalau memang tujuannya mulia betul-betul berjuang untuk umat kita kan tidak harus selalu di depan. Kita juga tidak harus dilihat orang bahwa kita bekerja untuk rakyat. Wong kita gembar gembor atau tidak, orang akan tahu dengan sendirinya bahwa kita telah bekerja untuk rakyat jika memang ada buktinya. Ini juga menunjukkan keikhlasan kita dalam berjuang. Pejuang sejati kan tidak harus banyak disebut manusia. Coba kalau mau jujur lebih banyak mana pahlawan atau syuhada yang kita kenal dari pada yang tidak kita kenal. Saya yakin lebih banyak yang tidak kita kenal. Nah kalau ditanya apakah pahlawan yang tidak dikenal itu tidak ada andilnya dalam perjuangan bangsa ini? Ketika kakek-kakek kita berjuang melawan penjajah apakah ada niat untuk diabadikan sebagai pahlawan? Saya yakin tidak.

Nah itulah yang saya maksud. Jadi pahlawan atau pejuang tidak harus dikenal. Dalam konteks topic ini tidak harus jadi anggota legislative, tidak harus jadi presiden, gubernur, bupati, walikota atau jabatan-jabatan lain yang ‘dihormati’.

Sebagai umat islam saya mengajak belajar dari generasi terbaik yang pernah ada di bumi ini, yaitu generasi rasulullah SAW dan sahabat. Ketika Rasulullah memberikan jabatan panglima perang kepada Usamah yang masih 19 tahun, Kholid bin Walid yang mendapat julukan Saifullah (pedang Allah) karena kehebatannya dalam bermain pedang menerima tanpa sanggahan keputusan Rasul tersebut. Kalau dilihat dari senioritas, secara manusiawi kholid bisa protes kepada Rasul kenapa tidak mempertahankan dirinya sebagai panglima. Namun dia berprinsip bahwa dia berjuang bukan untuk seseorang tetapi dia berjuang untuk Allah. Dimanapun posisinya dia akan mendengar dan patuh pada keputusan rasul. Subhanallah inilah sifat seorang pejuang. Dia tetap berjuang dibawah komando Usamah tanpa mengkritik atau protes.

Beda dengan kondisi di Negara kita, ketika seseorang tidak dipakai lagi di suatu partai karena terjadi perbedaan pendapat, dia lalu bikin partai baru atau kalau tidak akan menyeberang ke partai lain yang mau mengakomodasi dirinya dengan posisi tertentu.

Di pemilu tahun ini saja saya mencatat banyak tokoh nasional yang melakukan seperti ini. Contoh saja yang saat ini nyalon sebagai presiden. Wiranto bikin partai Hanura. Prabowo bikin partai Gerindra. Padahal mereka kan awalnya sama-sama dari Golkar. Dan mereka berdua nih 5 tahun lalu sama-sama berjuang untuk menjadi calon presiden dari golkar lewat konvensi nasionalnya golkar. Saat itu wiranto menang dan menjadi calon presiden dari golkar. Sayangnya pada pilpres 2004 itu wiranto gagal.

Kalau ditanyakan mereka tentang visi membangun bangsa ini saya kira jawabannya hampir sama. Kan lebih baik kalau mereka bersatu bikin konsep bersama yang lebih besar manfaatnya bagi rakyat. Wong sama-sama dari militer kok ya rebutan jabatan lo. Cobalah mereka berdua berembug dengan SBY untuk membuat konsep pembangunan yang lebih baik. Tidak usah mengedepankan egonya masing-masing tetapi kedepankan kepentingan rakyat pasti lebih hebat tuh dan efisien. Gimana nggak, mereka sama-sama jenderal tentu bukan orang sembarangan. Bedanya hanya masalah senioritas saja dimana untuk hal yang ini wiranto lebih unggul karena pernah jadi panglima TNI. Saya sih nggak penting siapa presidennya, yang penting bisa membawa perubahan kearah yang lebih baik. Bagaimana perubahan itu, nanti saya bahas dalam tulisan lainnya.

Tapi yang inti dari tulisan ini adalah saya mengajak para pemimpin dan siapapun yang katanya berjuang untuk rakyat kalau ingin menjadikan Indonesia ini lebih baik tirulah umat terbaik yang pernah ada di bumi ini yaitu Rasulullah dan para sahabatnya. Ketika tujuan perjuangan ini semata-mata sebagai bagian dari ibadah, tidak penting pada posisi mana dia berada tetapi karya nyata dari perjuangannyalah yang penting. Ingat ya seandainya seluruh negeri ini beriman dan bertaqwa kepada Allah maka keberkahan akan datang dari langit dan bumi. La kalau pemimpinnya hanya mikir dunia melulu dimana letak ketaqwaannya? Terus akibatnya gimana Allah akan memberikan keberkahan pada Negara ini? Jadi kalau sekarang ini Negara ini banyak masalah tanyakan pada diri kita sendiri tingkat keimanan dan ketaqwaan kita dan utamanya pemimpin-pemimpin kita. Makanya hati-hati kalau milih pemimpin, akibatnya kita yang nanggung juga kan.

Kuncinya adalah memahami bahwa kita ini hanya abdinya Allah yang punya tugas untuk memakmurkan bumi dan beribadah padanya dengan mengikuti aturannya. Berjuanglah semata-mata karena Allah, maka Allah akan memberikan pertolongannya kepada kita semua. 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar